Materi Pelatihan Petani FFL

Manajemen Keuangan Personal/Pribadiku – Bagian 3

6. Bayar Tagihan-tagihan (Listrik, Air, Internet, dll),

Listrik, air (PDAM), telp dan internet saat ini sudah menjadi kebutuhan dasar/utama. Bisa dibayangkan kalau di rumah kita tidak ada aliran listrik; sebagian besar aktifitas harian kita bisa terganggu. Membayar tagihan rekening2 ini adalah prioritas. Menunggak pembayaran rekening bisa menyebabkan pemutusan aliran listrik, air dan internet bisa sangat merepotkan. Biaya untuk penyambungan kembali bisa besar.

Air bersih juga menjadi kebutuhan primer. Mungkin di sebagian tempat bisa membuat sumur atau dekat dengan mata air/sungai. Kebutuhan air bisa dipenuhi dari sumber2 air itu. Namun, di kota2 besar air dari PDAM adalah sumber utama pasokan air ke rumah2 warga. Aliran air bersih yang terganggu apalagi diputus karena nunggak bayar bisa sangat merepotkan.

Continue reading

Manajemen Keuangan Personal/Pribadiku – Bagian 2

Bagian 1 | Bagian 2 | Bagian 3

3. Bayar Cicilan dan Hutang

Sebisa mungkin hindari berhutang, apalagj hutang konsumtif, baik hutang ke saudara, teman, bank apalagi pinjol (pinjaman online). Namun, hidup kadang2 memaksa kita untuk mencari pinjaman/berhutang. Kalau memang terpaksa harus berhutang, saran saya ya, sebaiknya kita meminjam ke lembaga keuangan (bank atau koperasi). Untuk yang muslim, carikah lembaga keuangan syariah. Hindari meminjam ke saudara, famili atau teman, karena bisa memutus tali silaturahim.

Hutang/pinjaman ini harus dibayarkan. Jangan sampai tidak dibayarkan, karena hutang di dalam Islam itu diwarisman, bahkan jika tidak terlunaskan akan tetap dibawa sampai akhirat kelak.

Jadi, andaikan kita punya hutang, pinjaman, atau cicilan, selalu jadikan prioritas pengeluaran setiap bulannya. Bagi saya lebih baik tidak makan tetapi bisa bayar hutang, daripada makan enak2 tetapi hutang menunpuk. Kalau kita punya uang cukup, segera lunasi hutang/cicilannya. Misalkan saja, kita punya angsuran Rp. 500rb/bln, andaikan kita punya Rp. 1,5jt, maka bayar 3 bulan sekalian. Semakin cepat hutang dan cicilan kita lunas akan semakin baik.

Tidak punya hutang dan cicilan itu hidup merdeka.

Continue reading

Manajemen Keuangan Personal/Pribadiku – Bagian 1

Bagian 1 | Bagian 2 | Bagian 3

Manajemen keuangan personal/pribadi adalah salah satu dari kecerdasan finansial. Kemampuan mengatur keuangan tidak hanya penting untuk perusahaan atau badan usaha, kemampuan ini juga sangat penting sampai di level personal, pribadi dan keluarga. Keuangan yang terkelola dengan baik akan membantu kita untuk bisa ‘merdeka finansial’, terhindar dari ‘kemiskinan’ dan ‘hutang’, sekaligus bisa mengantarkan kita dan keluarga kita menjadi orang ‘kaya’ dan berkecukupan.

Saya belum menjadi orang ‘kaya’ yang uangnya bermilyar-milyar, bukan juga ‘sultan’ yang binggung mau buang uang ke mana. Saya orang biasa-biasa saja, kekayaan saya tidak banyak, tetapi cukup untuk hidup secara layak. Apa yang saya tulis di sini adalah hasil belajar dari orang lain, diskusi-diskusi dan ngobrol dengan orang yang sudah lebih sukses dan kaya, seminar/workshop, baca buku, dan pengaplikasiannya dalam kehidupan pribadi. Tulisan ini adalah sharing pengalaman pribadi. Uraiannya adalah modifikasi dan penerapan dari apa yang saya pelajari. Silahkan bagi pembaca dan pengujung blog ini untuk mengambil yang baik dan kalau ada kekurangan-kekurangannya bisa dibuang dan diperbaiki lagi.

Menurut Pak William Tanuwijaya (dari salah satu buku kecilnya, pendiri Tokopedia), Bung Safir Senduk, dan Pak Tung Dasem Waringin, kecerdasan finansial diawali dari pemahaman dan pengetahuan kita terhadap PENDAPATAN dan PENGELUARAN. Manajemen keuangan personal/pribadi pada dasarnya adalah manajemen atau pengatur PENDAPATAN dan PENGELUARAN keuangan pribadi. Ada sebuah pepatah mengatakan “Besar Pasak daripada Tiang” artinya “Lebih besar pengeluaran daripada pendapatan”. Tiang adalah penyangga dalam sebuah bagunan rumah, sedangkan pasak adalah kayu yang menumpang di atas tiang tersebut. Jika pasak lebih besar daripada tiang, tiang bisa roboh karena tidak kuat menahan beban pasak. Manajemen keuangan pribadi mengatur bagaimana agar pasak (PENGELUARAN) tidak lebih besar daripada tiang (PENDAPATAN). Jika memungkinkan kita memperbesar tiang (PENDAPATAN), atau bisa juga memperbanyak tiang-nya dan memperkecil pasak (PENGELUARAN).

Continue reading

Cerita di Balik Foto: Hutan Pinus Gunung Bunder

Sebuah foto menjadi menarik bukan hanya karena hasil dan estetikanya. Tetapi juga karena ada cerita di balik foto itu. Kali ini adalah foto hutan pinus Gunung Bunder, Bogor.

Foto ini sudah cukup lama. Kira2 sekitar tahun 2015-an. Ketika itu Kami sekeluarga pingin main2 ke alam. Kami lebih suka main ke hutan atau gunung. Kali ini kami pergi ke Gunung Bunder yg ada di Kab. Bogor. Saya sudah beberapa kali ke tempat ini. Di Gunung Bunder ada beberapa objek wisatanya. Ada bumi perkemahan, beberapa curug dan bisa juga traking ke Kawah Ratu.

Kami berangkat pagi dari rumah. Singkat cetita kami main ke curug dan pulang menjelang sore. Cuaca mendung dan gerimis. Pandangan sedikit berkabut.

Ketika dalam perjalanan pulang kami melewati hutan2 pinus. Dari sisi atas saya melihat ke hutan2 pinus itu. Saya perharikan bayangan pohonnya terlihat mistis. Matahari sore yg kekuningan, kabut dan hujan.

Saya menepi, lalu saya keluarkan kamera saya. Kamera jadul dan fokus manual. Saya setting sebentar dan keluar dari mobil. Anak2 dan istri saya melarang dan protes. Tapi saya tetap keluar untuk memotret.

Kami tidak membawa payung. Agar tidak basah kena air hujan, saya pakai handuk. Saya masuk ke hutan pinus dan ambil beberapa foto.

Foto ini adalah salah satu foto terbaik yang saya ambil hari itu.

Pertama Kali Kena Asam Urat

Kaki kiri bengkak, sakit, nyeri

Tepat sehari sebelum tujuh belas agustua 2022, di umurku yang baru masuk umur 4x, pertama kalinya kaki kiriku bengkak, sakit, nyeri dan sulit bergerak, kena gejala2 asam urat.

Hari ini aku kerja seperti biasa. Berangkat dari rumah normal2 saja. Pagi aku cuma sarapan segelas susu dan beberapa butir biskuit. Aku memang tidak biasa sarapan pagi. Jam 7.20 sudah sampai tempat kerja. Kerja seperti biasa. Hari ini ada beberapa meeting, 1 offline, dan 3 online di sore hari.

Selesai meeting pertama, aku mengerjakan pekerjaan yang lain. Ketika aku sedang diskusi dengan teman kerjaku, kaki kiri, tepat di sendi jari tengah terasa nyeri. Aku pikir ini terkilir, soalnya dulu pernah terkilir di jari tengah itu. Sholat dhuhur masih normal.

Continue reading

Bonsai Mini

Bonsai Mini

Semua bonsai yang saya miliki ukurannya < 20 cm. Hanya satu dua yang ukurannya >15 cm, sebagian besar ukurannya < 10cm. Mungil2 dan imut2. Klasifikasinya bonsai mame atau shito.

Kenapa…. ????

Pertama, karena lahan yang terbatas. Teras rumah yang cuma seuprit udah penuh dengan tanaman lain, terutama anggrek hutan. Berjubel2. Klo anggrek masih bisa disesel-seselin. Klo bonsai nggak bisa.

Bonsai aslinya adalah pohon besar yang membutuhkan sinar matahari penuh. Tumbuhnya akan kurang bagus klo ditanam berdesak-desakan. Beda dengan anggrek yang umumnya agak malu2 dengan sang mentari.

Ukurannya yang kecil mungil jadi tidak banyak makan tempat. Tempat yang terbatas bisa diisi banyak pot bonsai.

Kedua, kecil itu imut. Lebih kecil akan terlihat semakin imut, apalagi klo karakter ‘tua’-nya sudah muncul. Mengemaskan sekali.

Ukuran yang kecil juga bisa diletakkan di meja kerja, meja tamu atau rak buku. Bisa jadi pemanis ruangan. Tapi bonsai kecil ini juga jangan terus2an diletakkan di dalam ruangan. Sesekali tetap harus dikeluarkan agar kena sinar matahari langsung.

Tapi susahnya dalam perawatannya. Tanaman yang kecil perlu ekstra hati2 dan telaten untuk melilitkan kawat ke ranting2 yang masih seukuran biting. Salah2 bisa patah2 rantingnya.

Ukuran pot yang kecil juga menyebabkan tanahnya menjadi lebih cepat kering kena sinar matahari. Di hari yang terik, daun2 bonsai akan lebih cepat menguapkan air, akibatnya tanah menjadi lebih cepat kering. Penyiraman di cuaca normal bisa sehari dua kali. Bonsai mini saya sudah banyak yang mati gara2 telat menyiram.

Untuk bonsai yang masih dalam ‘training’, biasanya potnya saya double. Pot aslinya kecil, lalu ditanam lagi ke pot yang lebih besar. Tujuannya agar media tidak cepat kering dan memberi ruang agar akar bisa berkembang keluar.

Lalu kenapa potnya mesti double…??? Ya … itu, agar bonsainya juga ‘ditraining’ di pot yang kecil. Agar tidak stress. Kalau dari pot besar langsung pindah ke pot kecil, akarnya kan lebih mudah stress. Bahkan bisa mati bonsainya.

Guna-guna dari Rekan Kerja

######

Tulisan ini berdasarkan cerita yang disampaikan oleh salah seorang Mandor Besar perkebunan kepada saya. Cerita ini sengaja saya samarkan dan saya kasih bumbu2 sedikit. Silahkan diambil hikmahnya sendiri.

######

Sebut saja namanya Bang Komar. Dia adalah pekerja di sebuah perusahaan perkebunan. Dia mulai karir dari bawah, tenaga harian lepas. Karena dedikasi dan kemampuan Pak Komar, karirnya menanjak menjadi mandor kecil. Banyak mandor2 kecil yang bekerja di perkebunan ini, sebagian sudah senior dan bekerja cukup lama. Kerja Pak Komar dianggap cukup baik oleh Mandor Besar (MB) dan sinder kebun. Protasnya meningkat dan kebunnya juga bagus. Karena kinerjanya tersebut ada rencana dari manajemen kebun untuk mengangkat beliau menjadi Mandor Besar. Atasan dia, Mandor Besar dan Sinder, sepakat untuk mengusulkan Pak Komar menjadi salah satu kandidat Mandor Besar.

Desas desus ini rupanya terdengar oleh rekan-rekannya sesama Mandor Kecil. Ada Mandor Kecil yang tidak suka jika Pak Komar diangkat sebagai Mandor Besar, dia merasa kalau dia yang lebih berhak, karena sudah bekerja cukup lama. Rasa iri di hatinya berubah menjadi kebencian yang mendalam.

Posisi kebun garapan Pak Komar dan rekannya itu bersebelahan. Ada yang janggal terjadi. Kebun Pak Komar terserang hama penyakit. Cukup parah. Sudah disemprot berbagai macam obat tidak ada yang mempan. Kebun rekannya yang posisinya bersebelahan tidak kena penyakit dan protasnya bagus-bagus saja. Protas dan prestasi Pak Komar turun drastis dan dia sempat mendapatkan SP (Surat Peringatan). Pak Komar batal naik pangkat menjadi mandor besar.

Kebetulan rumah Pak Komar di komplek implasment kebun. Pososinya persis di bawah kebun. Posisi rumahnya di samping lerengan. Saat itu sedang musim penghujan, dan di kebun ini memang rawan terjadi longsor ketika hujan besar.

Sore itu sepulang kerja, ayah Pak Komar sedang kerja di kebunnya sendiri yang posisinya ada di sebelah atas rumah Pak Komar. Dari kejauhan dia melihat seorang wanita yang mondar-mandir mengelilingi rumah Pak Komar. Wanita ini adalah istri dari salah satu pekerja kebun. Wanita ini tidak masuk ke rumah, hanya mengelilingi saja dan seperti melambai atau melempar sesuatu.

Seperti hari-hari biasa, sore sepulang kerja dari kebun Pak Komar masuk ke rumah. Pak Komar melihat seperti ada tumpahan garam di dekat rumah. Dalam hati Pak Komar berfikir; kenapa garam dibuang-buang percuma seperti ini. Masuk ke dalam rumah, Pak Komar menanyakan ke istrinya kenapa garam2 dibuang ke luar rumah. Istrinya menjawab kalau dia tidak membuang2 garam apa2. Ya … sudah… Pak Komar berfikir kalau ada anak yang main2 garam.

Ayah Pak Komar pulang dari ladang. Ayah Pak Komar memberi tahu kalau tadi ada wanita yang mencari istri Pak Komar. Tapi, dia cuma sebentar dan segera balik lagi.

Hari jum’at, istri Pak Komar dan anaknya sakit. Pak Komar lebih banyak di rumah. Sore hari Pak Komar mendengar suara gemuruh dari atas kebun. Suranya seperti angin puting beliung. Pak Komar keluar rumah kalau2 terjadi sesuatu di atas kebun. Pak Komar perhatikan ke arah atas tidak ada apa2, pohon2 pelindung biasa2 saja. Memang terdengar suara gemuruh keras.

Tiba2 tanah di atas bergerak. Pak Komar berteriak dan keluarganya keluar rumah. Tanah longsor dari atas dan menimpa rumah Pak Komar. Hanya sebagian rumah yang kena. Ayah Pak Komar menuju rumah mencoba menyelamatkan barang2 yang ada, beliau masuk ke dapur. Tiba2 tanah bergerak lagi dan dinding dapur roboh.

“Abah…. Abah…..!!!!!!!”

Tidak ada jawaban. Pak Komar panik dan masuk ke rumah mengejar orang tuanya. Alhamdulillah, ayah Pak Komar selamat terlindung di balik lemari dapur yang roboh. Sehat tidak ada luka yang serius.

Namun, rumah Pak Komar rusak berat. Hanya sedikit barang2 dapur yang berhasil diselamatkan.

Singkat cerita, dengan bantuan temannya, Pak Komar membangun rumah lagi di tempat lain yg posisinya lebih aman.

Beberapa bulan kemudian, sore hari sepulang kerja dia pulang menuju rumahnya di komplek implasment kebun. Nama kampungnya agak serem; Pasirmeriam. Di ujung kampung dia dipanggil rekannya yang punya warung.

“Ndor … mampir ke sini. Ngopi-ngopi dulu,” panggilnya. Mandor biasanya dipanggil dengan sebutan Ndor atau Mandor.

Pak Komar mampir ke warung, rekannya membuatkan kopi hitam. Kebetulan warung sedang sepi, hanya ada mereka berdua saja. Setelah berbasa-basi sebentar rekannya itu bilang: “Sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan, Mandor! Tapi… maaf sebelumnya. Aku ingin menceritakan yang sebenarnya.”

“Silahkan… santai aja…”

“Sebenarnya gini… ingatkan dulu waktu Pak Mandor kena musibah? Tanah longsor itu…?”

“Ya… ingat lah…, habis rumahku.”

“Maaf… ya … Mandor… bener2 maaf sebelumnya.”

“Iya… nggak apa2….!!!!! Maaf – maaf melulu.”

Akhirnya, rekannya itu menceritakan kembali tentang beberapa musibah yang Pak Komar alami beberapa bulan yang lalu. Rekannya ini adalah pekerja dan kepercayaan mandor kecil yang kebunnya di dekat kebun Pak Komar. Dia yang diberi kepercayaan dan diminta untuk melakukan hal2 banyak hal ke Pak Komar.

Dia mulai cerita tentang kebun Pak Komar yang banyak terserang penyakit dan gagal panen. Sampai kejadian rumah Pak Komar yang kena longsor.

Semua itu terjadi karena ada guna2 dari mandor kecil yang tidak suka dengan kenaikan jenjang karir Pak Komar. Dia yang disuruh pergi ke rumah dukun di sebuah desa di pesisir selatan. Dia yang membawa air dari Dukun dan disiramkan ke kebun Pak Komar agar hama dan penyakit berdatangan. Dia juga yang disuruh untuk menaburkan garam di sekeliling rumah Pak Komar. Karena khawatir ketahuan, dia minta istrinya yang menaburkan. Dia sendiri yang menaburkan garam di tanah di atas rumah pak Komar.

Dia sebenarnya tidak mau, tapi dia tidak bisa menolak. Akhirnya dia sudah tidak tahan dan dia menyesali perbuatannya. Hari ini ada kesempatan dia berbicara. Dia lihat Pak Komar yang baru pulang kerja, dan diajak minum kopi di warung.

Di sini saya salut dengan kebesaran hati Pak Komar. Dia tidak marah atau dendam. Kejadiannya sudah berlalu lama. Pak Komar sudah punya rumah lagi, kebunnya sudah sehat lagi dan Pak Komar sudah jadi Mandor Besar.

Konflik di tempat kerja adalah hal yang biasa. Tapi, kadang-kadang konflik bisa menjurus sampai ke hal-hal yang menyeramkan, termasuk dengan menggunakan jasa paranormal untuk mencelakai orang yang tidak disukainya. Bahkan sampai ke usaha untuk menghilangkan nyawa sekeluarga. Na’udzubillahimindzalik.

Kerasukan Jin Muslim

Pagi2 ada pesan singkatn masuk ke WA; “Pak ke Layung, Pak Irod kerasukan.”

Biasanya pagi hari saya lihat benih2 tanaman buah yang saya tanam. Kira2 satu jam baru saya ke kebun lihat tanaman yang sudah besar. Pagi ini saya memang mau ke kebun Layung, ada aplikasi pupuk di sana. Saya belum ‘ngeh’ dengan pesan WA itu. Pergilah saya ke Layung naik motor.

Sampai di saung 1 ada banyak orang yang berkumpul, saya pikir sedang ada ‘koordinasi’ sebelum kerja. Sengaja saya parkir agak jauh.

“Ada apa, Mang?”

“Pak Irod, Pak, kesurupan..”

Saya tidak segera melihat ke saung. Sudah ada yang menangani dan katanya sudah sadar.

Tidak tahunya, jin-nya masuk lagi. Lalu saya coba mendekat. Ada sekitar 5 orang yang memegangi Pak Irod. Pak Adur memeluk kepalanya dan membisikkan sesuatu. Kedua kaki dan tangan dipegangi masing2 satu orang. Lalu Pak Manager memegang dadanya dan menatap mata Pak Irod.

Pak Irod meronta, matanya mendelik marah ke arah manajer. Giginya bergeretak menahan amarah.

“Sok jagoan kamu ya…!!!!!”

Terus mengeram dan meronta, pandangannya tajam tidak berkedip.

Saya mulai kasihan, tapi saya masih hanya melihat saja dari dekat.

Lalu, saya coba membaca benerapa ayat ruqyah yang pernah diajarkan ustad Dr. Suhendi (Bogor). Saya baca dengan cukup keras sambil memijat beberapa bagian tubuhnya. Pandangan Pak Irod melemah dan mulutnya mengucapkan istigfar. Mulai sadar. Saya terus membaca ayat. Tiba jinnya masuk lagi. Saya tahu dari pandangan matanya dan suaranya yang berubah.

Dia menatapku dengan pandangan biasa, tidak ada amarah. Saya coba ajak komunikasi.

“Kamu siapa?”

Tidak menjawab.

“Tinggalmu di mana..?”

“Aku tinggal di sana…! Kamu tidak tahu.”

Dia menunjuk ke satu arah.

“Kamu tidak akan tahu!” Sahutnya lagi.

Lalu matanya melihat ke sekeliling. Sampai ke salah satu orang yang memegang kaki kanannya.

“Kamu.. ya kamu…! Kamu tahu tempat tinggalku…!”

Penasaran. Pikirku, jin ini berasal dari tempat sekitar sini.

“Kamu kenapa masuk ke tubuhnya Pak Irod…??”

“Dia jalan sembarangan, nggak tahu sopan santun.”

“Maafkan Pak Irod, dia tidak sengaja. Sekarang pualng sja, ya?”

“Aku minta diantar pulang.”

“Kamu bisa pulang sendiri.”

“Nggak mau…!!!!”

Kami coba bujuk untuk keluar. Tetap saja tidak mau. Lalu saya baca beberapa ayat lagi. Saya baca surat Al Mulk. Jin itu ikut menirukan bacaanku. Bahkan bacanya bersama2.

“Kamu bisa baca surat ini…?”

“Bisa…, kan aku muslim.”

“Kalau kamu muslim, maafkan Pak Irod, keluar saja.”

“Kamu jaga kebun ini saja…”

“Mana kebunnya…??”

“Kebun ini!”

“Di mana aku tinggal?”

“Ya.. di tempatmu sendiri lah.”

“Tempat yang mana…????!!!!”

Saya coba tanya ke orang yang diajak bicara sama jinnya tadi. Ternyata tempat yang dimaksud agak jauh dari sini, nama kampungnya Ciparai. Dekat dengan tempat tinggal Pak Irod. Ada satu tempat yang dikenal agak angker. Karena itu, jinnya minta tempat tinggal di kebun ini.

“Aku mau jaga kebun, tapi aku minta sesuatu.”

Saya tidak mau memenuhi permintaannya dan tetap minta jinnya untuk keluar.

“Kamu masuk lewat kaki, ya?”

“Kamu tahu ya…???? Kamu tahu ya…???”

Lalu saya baca surat Al Kahfi. Jin itu ikut membaca bareng saya. Saya pijak2 dan urut kakinya. Dia tetap tidak mau keluar. Saya terus membaca ayat2 yang saya hafal.

Tidak berselang lama, ada orang yang datang dengan memboncengkan bapak tua berkopiah. Ustad setempat yang biasa mengobati kerasukan.

Saya hentikan bacaan saya. Ustad itu mulai membaca sholawat dan ayat2 ruqyah. Jinnya tampak sedikit ketakutan, dia membalikkan badan.

Suasana mulai kondusif, Pak Irod sadar. Orang2 mulai meninggalkan saung untuk bekerja lagi. Pak Irod diantar Pak Heru dan saudara Pak Irod pulang ke Ciparai.

Saya pun pergi ke kebun untuk kemberi pengarahan ke orang2 yang mau aplikasi pupuk.

****

Siang hari saya diberitahu kalau Pak Irod masih kesurupan siang hari dan sore harinya. Beliau sudah dibawa pulang oleh anaknya.

Kerasukan Jin Muslim

Pagi2 ada pesan singkatn masuk ke WA; “Pak ke Layung, Pak Irod kerasukan.”

Biasanya pagi hari saya lihat benih2 tanaman buah yang saya tanam. Kira2 satu jam baru saya ke kebun lihat tanaman yang sudah besar. Pagi ini saya memang mau ke kebun Layung, ada aplikasi pupuk di sana. Saya belum ‘ngeh’ dengan pesan WA itu. Pergilah saya ke Layung naik motor.

Sampai di saung 1 ada banyak orang yang berkumpul, saya pikir sedang ada ‘koordinasi’ sebelum kerja. Sengaja saya parkir agak jauh.

“Ada apa, Mang?”

“Pak Irod, Pak, kesurupan..”

Saya tidak segera melihat ke saung. Sudah ada yang menangani dan katanya sudah sadar.

Tidak tahunya, jin-nya masuk lagi. Lalu saya coba mendekat. Ada sekitar 5 orang yang memegangi Pak Irod. Pak Adur memeluk kepalanya dan membisikkan sesuatu. Kedua kaki dan tangan dipegangi masing2 satu orang. Lalu Pak Manager memegang dadanya dan menatap mata Pak Irod.

Pak Irod meronta, matanya mendelik marah ke arah manajer. Giginya bergeretak menahan amarah.

“Sok jagoan kamu ya…!!!!!”

Terus mengeram dan meronta, pandangannya tajam tidak berkedip.

Saya mulai kasihan, tapi saya masih hanya melihat saja dari dekat.

Lalu, saya coba membaca benerapa ayat ruqyah yang pernah diajarkan ustad Dr. Suhendi (Bogor). Saya baca dengan cukup keras sambil memijat beberapa bagian tubuhnya. Pandangan Pak Irod melemah dan mulutnya mengucapkan istigfar. Mulai sadar. Saya terus membaca ayat. Tiba jinnya masuk lagi. Saya tahu dari pandangan matanya dan suaranya yang berubah.

Dia menatapku dengan pandangan biasa, tidak ada amarah. Saya coba ajak komunikasi.

“Kamu siapa?”

Tidak menjawab.

“Tinggalmu di mana..?”

“Aku tinggal di sana…! Kamu tidak tahu.”

Dia menunjuk ke satu arah.

“Kamu tidak akan tahu!” Sahutnya lagi.

Lalu matanya melihat ke sekeliling. Sampai ke salah satu orang yang memegang kaki kanannya.

“Kamu.. ya kamu…! Kamu tahu tempat tinggalku…!”

Penasaran. Pikirku, jin ini berasal dari tempat sekitar sini.

“Kamu kenapa masuk ke tubuhnya Pak Irod…??”

“Dia jalan sembarangan, nggak tahu sopan santun.”

“Maafkan Pak Irod, dia tidak sengaja. Sekarang pualng sja, ya?”

“Aku minta diantar pulang.”

“Kamu bisa pulang sendiri.”

“Nggak mau…!!!!”

Kami coba bujuk untuk keluar. Tetap saja tidak mau. Lalu saya baca beberapa ayat lagi. Saya baca surat Al Mulk. Jin itu ikut menirukan bacaanku. Bahkan bacanya bersama2.

“Kamu bisa baca surat ini…?”

“Bisa…, kan aku muslim.”

“Kalau kamu muslim, maafkan Pak Irod, keluar saja.”

“Kamu jaga kebun ini saja…”

“Mana kebunnya…??”

“Kebun ini!”

“Di mana aku tinggal?”

“Ya.. di tempatmu sendiri lah.”

“Tempat yang mana…????!!!!”

Saya coba tanya ke orang yang diajak bicara sama jinnya tadi. Ternyata tempat yang dimaksud agak jauh dari sini, nama kampungnya Ciparai. Dekat dengan tempat tinggal Pak Irod. Ada satu tempat yang dikenal agak angker. Karena itu, jinnya minta tempat tinggal di kebun ini.

“Aku mau jaga kebun, tapi aku minta sesuatu.”

Saya tidak mau memenuhi permintaannya dan tetap minta jinnya untuk keluar.

“Kamu masuk lewat kaki, ya?”

“Kamu tahu ya…???? Kamu tahu ya…???”

Lalu saya baca surat Al Kahfi. Jin itu ikut membaca bareng saya. Saya pijak2 dan urut kakinya. Dia tetap tidak mau keluar. Saya terus membaca ayat2 yang saya hafal.

Tidak berselang lama, ada orang yang datang dengan memboncengkan bapak tua berkopiah. Ustad setempat yang biasa mengobati kerasukan.

Saya hentikan bacaan saya. Ustad itu mulai membaca sholawat dan ayat2 ruqyah. Jinnya tampak sedikit ketakutan, dia membalikkan badan.

Suasana mulai kondusif, Pak Irod sadar. Orang2 mulai meninggalkan saung untuk bekerja lagi. Pak Irod diantar Pak Heru dan saudara Pak Irod pulang ke Ciparai.

Saya pun pergi ke kebun untuk kemberi pengarahan ke orang2 yang mau aplikasi pupuk.

****

Siang hari saya diberitahu kalau Pak Irod masih kesurupan siang hari dan sore harinya.